Sebelumnya, Presiden menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat pada sejumlah peristiwa yakni:
1. Peristiwa 1965-1966;
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989;
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998;
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998;
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999;
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999;
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002;
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Lantas, Presiden pun menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Untuk itu, pemerintah akan berupaya memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana serta akan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang berat pada masa yang akan datang.
Tidak menunggu waktu yang lama, dengan didampingi oleh Menko Polhukam, Mensesneg, Menkumham, Mendagri, Menkes, Mensos, Kepala Staf Kepresidenan, Menkop dan UMKM, Panglima TNI, Kapolri dan Pj. Gubernur Aceh, Presiden pun menyerahkan secara simbolis program pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu di Rumon Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa, (27/6/2023).
Perwakilan korban tersebut adalah Korban Pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh hingga eks Mahasiswa yang tidak bisa pulang ke tanah air akibat peristiwa 1965.
Adapun program pemulihan melibatkan 19 Kementerian yang meliputi program jaminan kesehatan, beasiswa pendidikan, bantuan renovasi rumah, Program keluarga harapan, pelatihan keterampilan, bantuan Sapi dan Traktor HINGGA Golden Visa dan Second Home Visa atau KITAP